IKET SUNDA
Iket adalah penutup kepala dari kain merupakan bagian kelengkapan sehari-hari pria di pulau Jawa dan Bali, sejak masa silam sampai sekitar awal tahun 1900-an dan mulai populer kembali pada tahun 2013.
Penggunaan iket bagi pria akil balik pada masa lalu menjadi keharusan karena dipercaya melindungi mereka dari roh-roh jahat, selain untuk fungsi-fungsi praktis seperti wadah /pembungkus, selimut, bantalan untuk mengangkut beban di kepala dsb, sedangkan saat ini lebih diperuntukkan sebagai aksesoris dan upaya melestarikan budaya.
Pada zaman dahulu iket juga mencerminkan kelas dalam masyarakat, hingga tampak jelas perbedaan kedudukan seseorang (pria) dalam kehidupan sehari-hari. Di samping itu iket Sunda juga sebagai bagian dari kelengkapan berbusana yang digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan budaya yang dikaitkan dengan nilai budaya, adat istiadat serta pandangan hidup masyarakat.
Iket dipandang dan dianggap tepat sebagai benda yang dapat melindungi kepala saat melakukan aktivitas dan sekaligus menjadi atribut sosial. Bentuknya yang beragam diciptakan sebagai simbol yang berkaitan dengan keagamaan, upacara adat, dan status sosial tokoh-tokoh masyarakat yang dianggap mempunyai peranan dalam suatu kelembagaan.
Iket dibentuk dari kain berbentuk persegi yang memiliki empat sudut. Keempat sudut itu memiliki makna sebagai sudut kareteg hate (diartikan sebagai niat), ucapan (lisan), tingkah (sikap), dan raga (badan) yang kemudian kain itu dilipat dua membentuk segitiga sama kaki yang memiliki tiga sudut.
Ketiga sudut itu juga mencerminkan azas tritunggal kesetaraan dalam hidup kemasyarakatan yakni tritangtu yang terdiri dari resi pemimpin agama, rama (pemimpin rakyat), dan perebu (pemimpin wilayah).